Mengapa UU Perlindungan Konsumen (UUPK) Dibutuhkan?
Meskipun secara eksplisit
hak-hak konsumen belum diatur konstitusi, namun terdapat beberapa pasal dalam
UUD 1945 yang mengakomodir hak-hak konsumen, yaitu :
- pasal 28 H ayat (1) :
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperolah
pelayanan kesehatan;
- pasal 31 ayat (1) : setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan ; (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya;
- pasal 34 ayat (3): negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak;
UU Perlindungan Konsumen juga
merupakan penjabaran lebih detil dari hak asasi manusia, lebih khusus lagi
hak-hak ekonomi yang tercantum dalam Kovenan Internasional Hak Ekosob.
Kehadiran UU Perlindungan Konsumen adalah wujud tanggung jawab pemerintah dalam
menciptakan sistem perlindungan konsumen, sehingga ada kepastian hukum baik
bagi pelaku usaha agar tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab, maupun bagi
konsumen, yang merupakan pengakuan harkat dan martabatnya.
Isi dari Undang Undang
perlindungan Konsumen (UUPK) selain asas dan tujuan serta hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha, dari segi materi hukum, secara umum UUPK mengatur
sekaligus hukum acara/formil dan hukum materiil. Kemudian UUPK juga mengatur
kelembagaan perlindungan konsumen tingkat pusat dalam bentuk Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN), maupun di daerah dalam bentuk Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), juga tentang penyelesaian sengketa konsumen dan
ketentuan pidananya.
- PENGERTIAN KONSUMEN DALAM
UUPK
Konsumen adalah setiap orang
yang memakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
- PENGERTIAN PELAKU USAHA DALAM
UUPK
Pelaku usaha adalah setiap
orang perseorangan atau badan hukum, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. Ada dua jenis pelaku usaha, yaitu perseorangan dan badan usaha. Dalam
konteks advokasi konsumen, yang relevan untuk dijadikan ? sasaran ? advokasi
adalah pelaku usaha dalam bentuk badan usaha. Sedangkan pelaku usaha
perseorangan, dalam praktik muncul dalam bentuk pengusaha kecil/lemah, justru
masuk kelompok yang juga harus mendapat pembelaan/ advokasi.
- PENGERTIAN BARANG DALAM UUPK
Barang adalah setiap benda
baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
- PENGERTIAN JASA DALAM UUPK
Jasa adalah setiap layanan
yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan konsumen. Dalam praktik di lapangan, keberadaan jasa dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu:
1) Jasa komersial: seperti
bank, asuransi, telekomunikasi, transportasi, dll;
2) Jasa non-komersial:
seperti jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan;
3) Jasa professional: seperti
dokter, pengacara, notaris, akuntan, arsitek, dll;
4) Jasa
layanan public: seperti pembuatan SIM, KTP, Pasport, sertifikat tanah, dll.
Sedangkan dari aspek penyedia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
- badan hukum privat, baik yang
bersifat komersial (Perseroan Terbatas) maupun non-komersial (Yayasan), dan
- badan hukum publik. UU
Perlindungan Konsumen terbatas hanya mencakup jasa yang disediakan oleh badan
hukum komersial.
LPKSM adalah lembaga
non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai
kegiatan menangani perlindungan konsumen. Ruang lingkup kegiatan LPKSM
meliputi: penanganan pengaduan konsumen, pendidikan konsumen, penerbitan
majalah/buku konsumen, penelitian dan pengujian, dan advokasi kebijakan.
Ada berbagai macam usaha yang
dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa konsumen, namun sebelum mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan/aksi terhadap terjadinya pelanggaran hak-hak
konsumen, terlebih dahulu harus jelas hasil (outcame) apa yang diharapkan
konsumen dari tindakan tersebut.
- MENGAJUKAN PENGADUAN KEPADA ASOSIASI INDUSTRI
Lembaga yang juga dapat
menjadi alternatif konsumen menyampaikan pengaduan adalah Assosiasi Industri.
Ada dua pendekatan:
1) fungsi penanganan
pengaduan konsumen langsung ditangani pengurus assosiasi; atau
2)
assosiasi yang membentuk lembaga khusus yang berfungsi menangani sengketa
konsumen, seperti
assosiasi industri asuransi membentuk Badan
Mediasi Asuransi Indonesia.
- MENULIS SURAT PEMBACA DI MEDIA CETAK
Dengan menulis pengalaman
buruk di media cetak tentang suatu produk tingkat penyelesaian sangat rendah
karena tergantung kepedulian dari pelaku usaha aka nama baiknya. Namun cara ini
baik untuk pendidikan konsumen lain agar mengetahui info barang tersebut.
- MEMBUAT PENGADUAN KE LPKSM
Membuat pengaduan ke LPKSM dapat dengan berbagai akses, seperti: surat, telepon, datang langsung, e-mail,
SMS. Agar ditindak lanjuti, pengaduan konsumen harus dilakukan tertulis atau
datang langsung ke LPKSM dengan mengisi form pengaduan konsumen.Mekanisme LPKSM
dalam menyelesaikan sengketa konsumen adalah dengan mengupayakan tercapainya
kesepakatan antara konsumen dengan pelaku usaha melalui mediasi atau
konsiliasi.
- MEMBUAT PENGADUAN / LAPORAN TINDAK
PIDANA KE KEPOLISIAN
Dalam beberapa kasus
pelanggaran terhadap hak konsumen ada yang berdimensi pidana, oleh karena itu
dapat diadukan ke Kepolisian. Laporan / pengaduan ke kepolisian dapat menjadi
dasar bagi kepolisian untuk mengambil langkah hukum / polisional sehingga
korban tidak berjatuhan lagi.
- MENGIRIMKAN SOMASI KE PELAKU
USAHA
Somasi selain berisi teguran,
juga memberi kesempatan terakhir kepada tergugat untuk berbuat sesuatu dan atau
untuk menghentikan suatu perbuatan sebagaimana tuntutan pihak penggugat. Cara
ini lebih efektif, terlebih ketika menyangkut kepentingan publik, akan sangat
bagus somasi dilakukan kolektif dan terbuka.
- MENGAJUKAN GUGATAN SECARA
PERORANGAN
Mengajukan gugatan perorangan
untuk masalah sengketa konsumen sangat tidak efektif, karena biaya akan sangat
mahal dan lamanya waktu penyelesaian.
- MENGAJUKAN GUGATAN PERDATA
SECARA PERWAKILAN KELOMPOK (Class Action)
Gugatan Perwakilan kelompok
merupakan cara yang praktis, dimana gugatan secara formal cukup diwakili
beberapa korban sebagai wakil kelas. Namun apabila gugatan dikabulkan dan telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, korban lain yang secara formal tidak ikut
menggugat dapat langsung menuntut ganti rugi berdasarkan putusan pengadilan
tersebut. Selain dalam UU Perlindungan konsumen, gugatan class action juga
diatur dalam UU Jasa Konstruksi. Gugatan ini baik dipakai untuk kasus-kasus
pelanggaran hak konsumen secara massal.
- MEMINTA LPKSM MENGAJUKAN GUGATAN LEGAL STANDING
Menurut pasal 46 Ayat (1)
Huruf (c) UUPK menyebutkan bahwa Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM) dapat mengajukan gugatan legal standing dengan memenuhi
syarat, yaitu:
Berbentuk badan hukum atau
yayasan; yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah
untuk kepentingan perlindungan konsumen; dan
Telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan anggaran dasarnya.
- PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BADAN
PENYELAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)
Lembaga ini pendiriannya
menjadi tanggungjawab pemerintah, didirikan ditiap pemerintahan Kota/Daerah
tingkat II. Tujuan BPSK untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
(Pasal 49 Ayat (1) UUPK) melalui cara mediasi atau arbitrase atau konsiliasi
yang anggotanya terdiri dari unsur:
- Pemerintah
- Lembaga Konsumen
- Pelaku Usaha
Dalam (Pasal 49 Ayat (3) UUPK). Tugas dan wewenang BPSK,
meliputi:
- Penanganan dan penyelesaian
sengketa konsumen melalui mediasi/arbitrase/konsiliasi;
- Konsultasi perlindungan
konsumen;
- Pengawasan terhadap
pencantuman klausula baku;
- Melaporkan kepada penyidik
umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam UUPK;
- Menerima pengaduan baik
tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen;
- Meneliti dan memeriksa
sengketa perlindungan konsumen;
- Memanggil pelaku usaha yang
diduga telah melakukan pelanggaran;
- Memanggil dan menghadirkan
saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran
terhadap UUPK;
- Meminta bantuan penyidik
untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi atau saksi ahli.
- MENGAJUKAN PENGADUAN KEPADA
ORGANISASI PROFESI
Dalam kasus sengketa konsumen
jasa profesional, apabila jenis pelanggaran masih dalam koridor kode etik,
konsumen dapat mengadukan kepada Majelis Kehormatan Etik masing-masing profesi.
Sebagai contoh, jika ada indikasi notaris melakukan malpraktik profesi yang
potensial merugikan kepentingan masyarakat, sebagai pengguna jasa, masyarakat
dapat mengutarakan keberatan/pengaduan Dewan Etik Ikatan Notaris Indonesia.