KOMNAS LKPI - Seperti Apa Isi UUPK ? Isi dari UUPK selain asas dan tujuan serta hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, dari segi materi hukum, secara umum UUPK mengatur sekaligus hukum acara/formil dan hukum materiil. Kemudian UUPK juga mengatur kelembagaan perlindungan konsumen tingkat pusat dalam bentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), maupun di daerah dalam bentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), juga tentang penyelesaian sengketa konsumen dan ketentuan pidananya.
Definisi
Konsumen dalam UUPK
Konsumen adalah setiap orang yang
memakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
Definsi
Pelaku Usaha dalam UUPK
Pelaku usaha adalah setiap orang
perseorangan atau badan hukum, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. Ada dua jenis pelaku usaha, yaitu perseorangan dan badan usaha. Dalam
konteks advokasi konsumen, yang relevan untuk dijadikan ?sasaran? advokasi
adalah pelaku usaha dalam bentuk badan usaha. Sedangkan pelaku usaha perseorangan,
dalam praktik muncul dalam bentuk pengusaha kecil/lemah, justru masuk kelompok
yang juga harus mendapat pembelaan/ advokasi.
Definisi
Barang dalam UUPK
Barang adalah setiap benda baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Definisi
Jasa dalam UUPK
Jasa adalah setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan konsumen. Dalam praktik di lapangan, keberadaan jasa dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu:
- Jasa komersial: seperti bank, asuransi, telekomunikasi, transportasi, dll;
- Jasa non-komersial: seperti jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan;
- Jasa professional: seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan, arsitek, dll;
- Jasa layanan public: seperti pembuatan SIM, KTP, Pasport, sertifikat tanah, dll. Sedangkan dari aspek penyedia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
- badan hukum privat, baik yang bersifat komersial (Perseroan Terbatas) maupun non-komersial (Yayasan); dan
- badan hukum publik. UU Perlindungan Konsumen terbatas hanya mencakup jasa yang disediakan oleh badan hukum komersial.
Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
LPKSM adalah lembaga non-pemerintah
yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen. Ruang lingkup kegiatan LPKSM meliputi: penanganan
pengaduan konsumen, pendidikan konsumen, penerbitan majalah/buku konsumen,
penelitian dan pengujian, dan advokasi kebijakan.
Melakukan
Advokasi - Advokasi dan Pengertian
Advokasi
Advokasi merupakan segenap aktifitas
pengerahan sumber daya yang ada untuk membela, memajukan, bahkan merubah
tatanan untuk mencapai tujuan yang lebih baik sesuai keadaan yang diharapkan.
Advokasi dapat berupa upaya hukum formal (litigasi) maupun di luar jalur hukum
formal (nonlitigasi).
Syarat-Syarat
Advokasi
Sebelum melakukan advokasi terlebih
dahulu melakukan analisis sosial (ansos) dengan menggunakan perangkat 5W+1H
atau SWOT (strength, weakness, oportunity, threath) secara mendalam tentang
situasi dan kondisi, keadaan semua perangkat advokasi bahkan objek maupun
target advokasinya untuk menjawab kenapa kita memilih langkah – langkah dan
bentuk advokasi kita. Advokasi harus didasari pada: 1)
Alasan yang Jelas; 2) Perumusan masalah secara benar; 3) Tuntutan yang rasional
dan objektif; 4) Sasaran dan metode yang tepat;
Langkah –
langkah Advokasi
Langkah-langlah advokasi adalah:
- Kenali sistem pengambilan kebijakan;
- Kenali sistem kemasyarakatan;
- Membentuk lingkar inti (allies);
- Mengkonsolidasikan Kekuatan internal;
- Memilih isu strategis;
- Merancang sasaran dan strategi;
- Mengolah data dan mengemas informasi;
- Menggalang sekutu dan pendukung;
- Mengajukan rancangan tanding;
- Mempengaruhi pembuat kebijakan;
- Membentuk pendapat umum;
- Membangun Basis Gerakan;
- Memantau dan mengevaluasi setiap langkah advokasi
Kaidah
Advokasi
Beberapa kaidah dalam melakukan
kerja-kerja advokasi: 1) Jangan mau ditakut-takuti dan menakut-nakuti; 2) Mulai
dengan berbaik sangka; 3) Gagaskan kemenangan – kemenangan kecil; 4) Tetap pada
inti soal dan Kerjakan apa yang telah direncanakan; 5) Bersedialah bermufakat;
6) Bersikap kreatif dan tetaplah kreatif.
Hukum di Indonesia - Apa itu Hukum ? dan Asal - Usul Istilah Hukum
Istilah "hukum" berasal
dari bahasa Arab hukmun yang artinya "menetapkan". Di dunia akademis,
istilah hukum lebih sering dipadankan dengan istilah ius. Ius yang dituliskan
atau di-constitutum-kan adalah peraturan perundang-undangan (lege, droit, wet).
Jadi, hukum bisa diartikan sebagai norma, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Hukum yang diciptakan oleh badan-badan negara dan pemerintah dinamai
peraturan perundang-undangan (regel) atau peraturan kebijakan (policy regel,
beleid regel). Sedangkan hukum-hukum kerajaan dinamai dengan Kitab Raja. Untuk
hukum-hukum adat yang telah dituliskan sampai saat ini belum memiliki nama
khusus.
Pengertian
Hukum
Oleh karena penggunaan sudut
pandang atau faham/aliran berfikir yang berbeda-beda, maka definisi tentang
hukum pun berbeda-beda pula. Ada empat aliran berpikir yang cukup berpengaruh
dalam pemikiran hukum:
- Aliran Hukum Alam atau Hukum Kodrat, berpendapat bahwa hukum tertinggi atau yang utama, yang darinya Hukum Positif berasal. Hukum Kodrat berasal dari perintah Tuhan;
- Aliran Positivisme Hukum, berpendapat bahwa hukum yang utama adalah hukum yang berasal atau diciptakan oleh manusia, yakni Hukum Positif;
- Aliran Sejarah Hukum atau Hukum Historis, berpendapat bahwa hukum adalah aturan main dalam pergaulan sosial yang ditemukan dalam masyarakat, artinya hukum merupakan jiwa bangsa;
- Aliran Sosiologi Hukum, berpendapat bahwa aturan hukum juga berasal dari institusi agama atau pun institusi masyarakat.
Bentuk
atau Pembadanan Hukum
Pembadanan hukum adalah cara norma
hukum menampakkan wujud dirinya. Ada dua cara hukum menampakkan dirinya, yakni
tertulis (misal: peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan Hukum adat yang
dituliskan), kemudian tidak tertulis (misal: simbol, lambang, atau gerakan yang
masih bisa ditangkap dengan panca indera, tradisi).
Norma
Hukum dan Norma-Norma Sosial Lainnya
Norma hukum adalah satu di antara
empat norma sosial yang ada, yaitu norma kepercayaan atau keagamaan, norma
kesusilaan dan norma sopan santun/kebiasaan. Selain berisi kewajiban, norma
hukum juga berisi hak. Norma hukum dapat dibedakan dengan norma-norma sosial
yang lain namun tidak dapat dipisahkan karena di antara mereka terdapat
sejumlah titik temu.
Sistem
Hukum
Dua cara yang selama ini digunakan
untuk mengartikan istilah sistem hukum. Pertama, yang mengartikan sistem hukum
sebagai kesatuan dari komponen atau unsur (sub-sistem) sebagai berikut: hukum
materiil?hukum formil dan hukum perdata?hukum publik. Termasuk di dalam
pandangan ini adalah yang melihat sistem hukum sebagai kesatuan antar berbagai
peraturan perundang-undangan, atau kesatuan antar peraturan perundang-undangan
dengan asas-asas hukum. Kedua, yang mengartikan sistem hukum sebagai kesatuan
dari komponen: struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum.
Hukum di Indonesia - Bagaimana Hukum Dibuat dan Dilaksanakan? dan Cara Hukum Beroperasi
Hukum bekerja dan beroperasi
melalui kegiatan pelaksanaan, penegakan atau penerapan, namun kenyataannya
aturan-aturan hukum acapkali tidak berjalan seperti yang dituliskan. Hal ini
disebabkan berbedanya interpretasi dan kepentingan aparat pelaksana hukum,
selain itu aturan hukumnya pun mengalami penyimpangan.
dua macam sumber hukum: 1) Formal,
ialah seluruh hukum undang-undang; 2) Materiil, ialah kaidah-kaidah yang
sekalipun qua materi, boleh disebut hukum, tetapi secara formal tidak boleh
disebut hukum.
Hukum
Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang
bertujuan untuk mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat. Hukum
perdata Indonesia diwarnai tiga sumber hukum yaitu:
- Hukum Adat;
- Hukum Islam;
- Hukum Perdata Barat. Pengaturan tentang hukum perdata Barat di Indonesia terdapat dalam Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer).
Buku KUHPer terbagi atas empat
bagian:
- Buku I tentang Orang;
- Buku II tentang Benda;
- Buku III tentang Perikatan;
- Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa.
Aturan dalam KUHPer banyak
yang sudah dicabut dan banyak yang sudah digantikan dengan aturan lain. Di
samping aturan yang ada dalam KUHPer, di bidang hukum perdata terdapat aturan
yang khusus tentang tanah, yaitu UU No.5/1960 tentang UU Pokok Agraria,
kemudian juga terdapat UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan.
Hukum
Pidana
Hukum pidana adalah ranah di mana
negara memberikan perlindungan kepada warga negaranya dari kejahatan yang
dilakukan oleh warga negara yang lain. Hukum pidana Indonesia tunduk pada
ketentuan dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP). Dua macam pidana yang dianut oleh
KUHP: Pelanggaran (misal: misalnya orang mengendarai sepeda motor tanpa
menggunakan helm) dan Kejahatan (misal: membunuh dan mencuri).
Hukum
Tata Negara
Hukum Tata Negara bertujuan untuk
mengatur organisasi dan hubungan antar lembaga-lembaga negara dengan berdasar
konstitusi yaitu UUD 1945. Lembaga negara yang diakui dalam konstitusi kita
antara lain:
- MPR;
- DPR;
- DPD;
- Lembaga Kepresidenan;
- Mahkamah Agung;
- Mahkamah Konstitusi;
- Komisi Yudisial;
- Bank Indonesia;
- DPRD;
- Pemerintah Daerah.
Jaminan Atas
Hak Bantuan Hukum (Legal Aid)
Perlakuan yang sama di hadapan
hukum (equality before the law) adalah hak asasi manusia, ia harus diimbangi
dengan persamaan perlakuan (equal treatment) agar tak dilanggar karena berbagai
alasan seperti struktur sosial, dan status ekonomi. Hak bantuan hukum dimiliki setiap
orang, khususnya orang tidak mampu agar ia mendapatkan keadilan. Jaminan hak
ini terdapat dalam standar hukum internasional dan nasional sebagai bentuk
pemenuhan hak dasar yang telah diakui secara universal.
Bantuan
Hukum Dalam Standard Hukum Internasional
Instrumen internasional yang
menjamin hak atas bantuan hukum, yaitu:
- Pasal 7 DUHAM menjamin persamaan kedudukan di muka hukum;
- Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin bahwa semua orang berhak untuk perlindungan dari hukum serta harus dihindarkan adanya diskriminasi berdasarkan apapun termasuk status kekayaan;
- Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait bantuan hukum yaitu :
- kepentingan-kepentingan keadilan; dan
- Tidak mampu membayar Advokat. Hak ini termasuk jenis non-derogable rights (tak dapat dikurangi).
Bantuan Hukum Adalah Hak Konstitusional
Hak atas bantuan hukum dijamin
dalam Konstitusi Indonesia melalui UUD 1945, yaitu:
- Pasal 27 Ayat (1) menjamin setiap warga negara adalah sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan;
- Pasal 28 D (1) menjamin bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
- Pasal 28 I (1) menjamin hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Hak bantuan hukum diatur
pelaksanaannya dalam Pasal 17, 18, 19 dan 34 UU No. 39/1999 tentang HAM, UU No.
14/1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dengan perubahannya dalam
UU No. 35/1999, khususnya Pasal 35 yang menyatakan setiap orang yang tersangkut
perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
Bantuan
Hukum Dalam Standard Hukum Internasional
Instrumen internasional yang
menjamin hak atas bantuan hukum, yaitu:
- Pasal 7 DUHAM menjamin persamaan kedudukan di muka hukum;
- Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin bahwa semua orang berhak untuk perlindungan dari hukum serta harus dihindarkan adanya diskriminasi berdasarkan apapun termasuk status kekayaan;
- Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait bantuan hukum yaitu :
- kepentingan-kepentingan keadilan; dan
- Tidak mampu membayar Advokat. Hak ini termasuk jenis non-derogable rights (tak dapat dikurangi).
Bantuan
Hukum Dalam Sistem Peradilan
Dalam sistem peradilan Indonesia,
hak atas bantuan hukum diatur oleh pasal 54 KUHAP guna kepentingan pembelaan
diri, Tersangka atau Terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum oleh seseorang
atau beberapa orang penasihat hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, dan dalam
setiap waktu yang diperlukan.
Ditegaskan kemudian dalam pasal 56 KUHAP,
bantuan hukum menjadi KEWAJIBAN khususnya terhadap tindak pidana tertentu:
- Diancam dengan pidana mati, hukuman lima belas tahun lebih;
- Tersangka atau Terdakwa tidak mampu menyediakan sendiri atau ancaman hukuman pidana yang bersangkutan atau didakwakan lima tahun atau lebih.
Hak mendapat bantuan hukum
dijumpai pula dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Kewajiban memberikan bantuan hukum cuma-cuma (pro deo) juga
menjadi kewajiban advokat sebagaimana diatur dalam pasal 22 UU No. 18 tahun
2003 tentang Advokat dan Pasal 7(h) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI)
Biaya
Perkara
Seseorang yang tidak mampu/miskin
maka dengan sendirinya dapat dibebaskan dari biaya-biaya pengadilan dengan
melaksanakan prosedur prodeo:
- Mengajukan permohonan ketika melakukan pendaftaran;
- Membawa bukti-bukti tidak mampu, yaitu Surat Keterangan Miskin dari Kelurahan yang dikuatkan oleh Kecamatan, jika ada kartu Keluarga Miskin (GAKIN) atau Asuransi Kesehatan Miskin (ASKESKIN);
- Hakim akan menentukan dapatkah anda bersidang prodeo.