KOMNAS LKPI - Awal terbentuknya Undang-Undang No.
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang disepakati oleh DPR pada
(tanggal 30 Maret 1999) dan disahkan Presiden RI pada tanggal 20 April 1999 (LN
No. 42 Tahun 1999).
Berbagai usaha dengan memakan waktu, tenaga dan pikiran yang banyak telag dijalankan berbagai pihak yang berkaitn dengan pembentukan hukum dan perlindungan konsumen. Baik dari kalangan pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat. YLKI, bersama-sama dengan perguruan-perguruan tinggi yang merasa terpanggil untuk mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini. Berbagai kegiatan tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar-seminar, penyusunan naskah-naskah penelitian, pengkajian naskah akademik Rancangan Undang-Undang (Perlindungan Konsumen ekonomi oleh). Kegiatan-kegiatan tersebut dimulai antara lain:
Berbagai usaha dengan memakan waktu, tenaga dan pikiran yang banyak telag dijalankan berbagai pihak yang berkaitn dengan pembentukan hukum dan perlindungan konsumen. Baik dari kalangan pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat. YLKI, bersama-sama dengan perguruan-perguruan tinggi yang merasa terpanggil untuk mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini. Berbagai kegiatan tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar-seminar, penyusunan naskah-naskah penelitian, pengkajian naskah akademik Rancangan Undang-Undang (Perlindungan Konsumen ekonomi oleh). Kegiatan-kegiatan tersebut dimulai antara lain:
- pembahasan masalah Perlindungan Konsumen (dari sudut
Bakir Hasan dan dari sudut hukum ooleh Az. Nasution) dalam Seminar Kelima
Pusat Study Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (tanggal
15-16 Desember 1975) sampai dengan penyelesaian akhir Undang-Undang ini
pada tanggal 20 April 1999.
- Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen
Kehakiman RI, Penelitian tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia (tahun
1979-1980).
- BPHN – Departemen Kehakiman, Naskah Akademik
Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen (tahun
1980-1981).
- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Perlindunga
Konsumen Indonesia, suatu sumbangan pemikiran tentang rancangan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (tahun 1981).
- Departemen Perdagangan RI bekerjasama dengan Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, RUU tentang Perlidungan Konsumen (tahun
1997).
- DPR RI, RUU Usul Inisiatif DPR tentang Undang-Undang
Perlindunga Konsumen (tahun 1998).
Selain pembahasan-pembahasan di
atas, masih terdapatberbagai lokakarya-lokakarya, penyuluhan-penyuluhan,
seminar-seminar di dalam dan luar negeri berkenaan dengan perlindungan atau
tentang produk konsumen tertentu dari dari berbagai aspeknya.
Tidak pula dapat dilupakan berbagai kegiatan perlindungan konsumen, dengan “pahit manisnya” reaksi masyarakat, kalangan pelaku usaha dan pemerintah, yang dijalankan YLKI dihampir seluruh Indonesia. Salah satu pokok kesimpulan seminar Kelima Universitas Indonesia tersebut berbunyi :
“Agaknya dalam kerangka ini mutlak perlu suatu Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan seharusnya Undang-Undang ini memberikann perlindungan pada masyarakat konsumen.”
Akhirnya, didukung oleh perkembangan politik dan ekonomi di Indonesia (1997-1999), semua kegiatan tersebut berujung disetujuinya UU Tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 15 Bab dan 65 pasal dan mulai berlaku efektif sejak 20 April 2000. Ternyata dibutuhkan waktu 25 tahun sejak gagasan awal hingga Undang-Undang ini dikumandangkan (1975-2000).
Tidak pula dapat dilupakan berbagai kegiatan perlindungan konsumen, dengan “pahit manisnya” reaksi masyarakat, kalangan pelaku usaha dan pemerintah, yang dijalankan YLKI dihampir seluruh Indonesia. Salah satu pokok kesimpulan seminar Kelima Universitas Indonesia tersebut berbunyi :
“Agaknya dalam kerangka ini mutlak perlu suatu Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan seharusnya Undang-Undang ini memberikann perlindungan pada masyarakat konsumen.”
Akhirnya, didukung oleh perkembangan politik dan ekonomi di Indonesia (1997-1999), semua kegiatan tersebut berujung disetujuinya UU Tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 15 Bab dan 65 pasal dan mulai berlaku efektif sejak 20 April 2000. Ternyata dibutuhkan waktu 25 tahun sejak gagasan awal hingga Undang-Undang ini dikumandangkan (1975-2000).
Pengertian perlindungan konsumen:
Istilah konsumen ini berasal dari
alih bahasa dari kata consumer (Inggris- Amerika), atau consumen/konsument
(Belanda). Pengertian consumer dan consument ini hanya bergantung dimana posisi
ia berada. Secara hafiah arti kata consumer itu adalah (lawan dari produsen),
setiap orang yang menggunakan barang dan jasa. Tujuan penggunaan barang dan
jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut,
begitu pula Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi arti kata consumer sebagai
pemakai atau konsumen.
Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan pada mereka, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi dan menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perkindungan konsumen menyebutkan bahwa :
Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan pada mereka, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi dan menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perkindungan konsumen menyebutkan bahwa :
”Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.”
Hukum perlindungan konsumen ini
mendapatkan landasan hukumnya dari Undang-Undang Dasar 1945, pembukaan, Alinea
ke-4 yang berbunyi :
”Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia.”
Umumnya, sampai sekarang ini orang
bertumpu pada kata ”segenap bangsa” sehingga ia diambil sebagai asas tentang
persatuan seluruh bangsa Indonesia (asa persatuan bangsa). Tetapi disamping
itu, dari kata ”melindungi” terkandung pula asas perlindungan (hukum) pada
segenap bangsa tanpa ada kecualinya, ini artinya baik laki-laki maupun
perempuan, orang kaya atau orang miskin, orang kota atau orang desa, orang asli
atau keturunan, dan pengusaha atu konsumen. Landasan hukum lainnya adalah yang
termuat dalam pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa
”tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Dalam berbagai literatur ditemukan
sekurang-kurangnya dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,
yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Oleh Az. Nasution
menjelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan
konsumen adalah bagian dari hukum konsumen. Menurut beliau hukum konsumen
adalah :
”keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak
satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam
pergaulan hidup.”
Dan sedangkan hukum perlindungan
konsumen adalah :
”keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan
masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa konsumen.”
Pada dasarnya, baik hukum konsumen
maupun hukum perlindungan konsumen membicarakanhal yang sama, yaitu kepentingan
hukum konsumen, dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum
konsumen dapat diartikan sebagai seluruh peraturan hukum yang mengatur hak-hak
dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhannya.
Dalam perlindungan konsumen terdapat
atau terkandung sejumlah asas, perlindungan konsumen ini diselenggarakan
sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan
pemerintah yang bertumpu pada lima asas seperti yang terdapat dalam pasal 2
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yaitu :
- asas manfaat, dimaksud untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
- Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh
masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan pada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajiban-kewajibannya secara adil.
- Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil dan spiritual.
- Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
digunakan.
- Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian
hukum.