- Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
- Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut
dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal
10 ayat (1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).
- Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran
Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 13 ayat (I), Pasal 14
ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
- Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut,
pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan
seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
- Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,
penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika
dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4 Tahun 1996).
- Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya
dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara
tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat
kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media massa
setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat
(3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
- Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat
dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
- tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain
dari pada membebankan Hak Tanggungan;
- tidak memuat kuasa substitusi;
- mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah
utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas
debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan;
- Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi
putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap.
- Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan
pelelangan tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.
- Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang
dibebani Hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada Kreditur,
maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah
tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dan semua beban, kepada
pembeli lelang.
- Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah
tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat
(11) HIR.
- Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji
untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) BW,
dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga dilakukan melalui
pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak
tanggungan pertama, Janji ini hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan
pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji
untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat (2) j UU No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada Hak tanggungan
lain-¬lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua Hak
tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan
yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan,
meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli
lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang
belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan
apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan
paksa.
- Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh
Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun
oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah
dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang
Negara.
- Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua
kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu
atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang (Pasal 200 ayat
(7) HIR, Pasal 217 RBg).
Sumber:
- Pedoman Teknis
Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II,
Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 90-92.
Tags
Perbankan & Finance